Memahami dan mengobservasi sejarah dari berbagai tempat di Indonesia.
Sejarah jalan Pejaten - TMII
Kami sudah mulai kumpul disekolah di sekolah pukul 06.00 pagi dan mulai masuk bis sekitar pukul 06.40, didalam bis awal awal kami menghitung denyut nadi terlebih dahulu lalu tourguide kami mulai menjelaskan tentang jalan jalan yang kita lalui.
Penjelasan dimulai dengan Ahmad Rizky yang menjelaskan tentang SMKN 8 Jakarta yang mulai berdiri sejak tanggal 30 September 1965. Awalnya nama SMKN 8 adalah SMEA 4 yang hampir mirip seperti SMEA 3, pada awal awal berdirinya SMKN 8 Jakarta hanya terdiri dari 4 kelas yang pada setiap kelasnya terdiri dari 40 siswa/i. Pada tanggal 7 Maret 1997 barulah berubah menjadi SMKN 8 Jakarta karena adanya perubahan nomenklatur SMKTA menjadi SMK yang diatur dalam SK Mendikbud No. 036/O/1997. Lalu sampailah kita di wilayah Pejaten, Pejaten adalah salah satu kelurahan yang ada di Jakarta Selatan yang mana pada zaman dahulu adalah tempat singgahnya Mataram, salah satu contoh peninggalannya adalah kalung perunggu. Pada wilayah ini juga terdapat Pejaten Mall yang mulai dibangun pada 1991 dan pada 2008 dibeli oleh lippo group, pada saat ini nama Pejaten Mall adalah Pejaten Village. Lalu pada 2020 dibeli kembali oleh PT. Nwb Retail, pada kekuasaan PT. Nwb Retail di tahun 2023 nama Pejaten Village diubah menjadi The Park. Selanjutnya kami melewati Jalan Margasarwa, Margasatwa memiliki arti hewan liar sebab pada jalan ini terdapat Kebun Binatang Ragunan. Pada awalnya Kebun Binatang Ragunan bertempat di cikini namun dipindahkan ke Jalan Margasatwa.
Penjelasan dilanjut oleh Amaliqah Tyasning, selanjutnya kami melewati Jalan TB Simatupang yang mempunyai panjang jalan sepanjang 10.3km yang menyambungkan antara Jakarta Selatan dan Jakarta Timur, penamaan TB Simatupang adalah berdasarkan pahlawan yang bernama Tahi Bonar Simatupang bersama Jendral Sudirman yang melakukan teknik perang gerilya pada zamannya. Perjalanan dilanjut melewati Tol Lenteng Agung yang menghubungkan Depok hingga Antasari, pembangunan tol ini dimulai pada tahun 2014 lalu mulai diresmikan pada tahun 2018. Tujuan dibangunnya tol ini adalah agar tidak terjadi kemacetan yang begitu parah sepanjang jalan penghubung antara Jakarta hingga Depok.
Penjelasan dilanjut oleh Fathiha Almata, selanjutnya kami melewati Tol JORR yang menghubungkan daerah cikunir hingga cakung. Jalan tol ini melingkari pinggiran Jakarta dan sebagian barat Bekasi dan termasuk ring road. Selanjutnya kami melewati Kejaksan Negeri Jakarta Selatan yang dibagun bertepatan dengan merdekanya Indonesisa yaitu 17 Agustus 1945. Selanjutnya kami melewati Terminal Bayangan Pasar Rebo yang berada di Ciracas, rata rata driver yang sedang bekerja di daerah ini memilih untuk parkir di luar terminal karena pendapatannya akan lebih tinggi sebab tidak harus dipotong banyak oleh pajak parkir di dalam terminal.
Penjelasan dilanjut oleh Sekar Ayu Amelia yang menjelaskan tentang Taman Segitiga Pasar Rebo, taman ini adalah lahan terbuka hijau untuk warga sekitar agar dapat menghirup udara segar ditengah kota. Lalu kami melewati Gg molen yaitu gang kecil yang berada dekat dengan Pasar Rebo. Terakhir, sampailah kami di Taman Mini Indonesia Indah yang dibangun pada tahun 1972.
Sejarah Bengkulu
Bengkulu adalah sebuah daerah di pesisir barat Pulau Sumatra yang menyimpan sejarah panjang dan penting, penuh dinamika kekuasaan, perlawanan, dan kebangkitan jati diri. Nama "Bengkulu" sendiri dipercaya berasal dari kata “Bangkai Hulu,” yang muncul dari cerita rakyat tentang peperangan berdarah yang pernah terjadi di hulu sungai, dan kemudian seiring waktu mengalami perubahan pelafalan menjadi "Bengkulu". Namun, lebih dari sekadar nama, Bengkulu menyimpan jejak sejarah yang dalam — dari masa kerajaan lokal hingga menjadi bagian dari sejarah pergerakan kemerdekaan Indonesia.
Kisah ini bermula pada masa ketika daerah Bengkulu masih terdiri dari kerajaan-kerajaan kecil seperti Kerajaan Sungai Serut, Kerajaan Selebar, dan Kerajaan Pat Petulai yang berada di daerah pedalaman Rejang. Masyarakatnya hidup dari hasil pertanian, berburu, dan berdagang. Wilayah ini juga menjadi jalur penting perdagangan laut karena letaknya yang strategis di sisi barat Sumatra.
Karena kekayaan alam yang dimilikinya, terutama hasil lada yang sangat berharga pada masa itu, Bengkulu mulai menarik perhatian bangsa asing. Awalnya datang bangsa Portugis dan Belanda, namun akhirnya Inggris yang berhasil menanamkan pengaruh terkuat. Pada tahun 1685, Inggris melalui East India Company mendirikan pos dagang dan membangun benteng besar bernama Fort Marlborough, yang hingga kini masih berdiri kokoh sebagai saksi bisu masa kolonial.
Masyarakat Bengkulu yang cinta tanah air tentu tidak tinggal diam. Hubungan antara penduduk lokal dan penjajah sering kali tegang. Namun, Inggris tetap bertahan selama lebih dari satu abad, menjadikan Bengkulu sebagai pusat perdagangan lada. Meski begitu, pada tahun 1824, Inggris memutuskan untuk menukar Bengkulu dengan wilayah Malaka kepada Belanda melalui Perjanjian London. Sejak saat itu, Bengkulu menjadi bagian dari kekuasaan Hindia Belanda.
Sejarah Bengkulu tak bisa dilepaskan dari peran tokoh besar bangsa, Soekarno, yang pernah diasingkan ke kota ini oleh Belanda pada tahun 1938. Di Bengkulu, Soekarno banyak berinteraksi dengan tokoh-tokoh lokal, mengajar di sekolah Muhammadiyah, dan menyebarkan semangat kemerdekaan. Di sinilah pula ia bertemu dengan Fatmawati, perempuan asli Bengkulu yang kelak menjadi istrinya dan menjahit bendera Merah Putih pertama pada saat Proklamasi Kemerdekaan Indonesia tahun 1945.
Setelah kemerdekaan, Bengkulu sempat menjadi bagian dari Provinsi Sumatra Selatan. Namun, aspirasi masyarakat untuk memiliki identitas sendiri terus menguat. Akhirnya, pada tanggal 18 November 1968, Bengkulu resmi menjadi provinsi ke-26 di Indonesia berdasarkan Undang-Undang Nomor 9 Tahun 1967.
Hari ini, Bengkulu dikenal sebagai provinsi yang kaya akan budaya, sejarah, dan keindahan alam. Dari bunga Rafflesia arnoldii yang langka, pantai-pantai eksotis di Samudra Hindia, hingga warisan budaya Tabot yang unik — Bengkulu adalah tanah yang menyimpan warisan besar bangsa.
Sejarah Jambi
Jambi itu adalah salah satu provinsi di pulau Sumatera yang punya sejarah cukup panjang. Sebelum Jambi menjadi provinsi kayak sekarang, wilayah Jambi ini sudah dihuni oleh masyarakat yang hidup, kayak petani berdagang dan memanfaatkan sungai sebagai jalur transportasi. Lalu di Jambi juga ada Sungai yang namanya tu Sungai Batanghari, Sungai Batanghari adalah sungai terpanjang di pulau Sumatera, dan sungai ini punya peran penting sejak dulu karena menghubungkan daerah pedalaman dan pesisir.
Sekitar pada abad ke-7 nih ya, di sana berdirilah Kerajaan Melayu di wilayah Jambi. Kerajaan Melayu ini kemudian jadi bagian dari kerajaan Sriwijaya, dan ya salah satu kerajaan maritim besar di Asia Tenggara. Pada masa itu, Jambi tuh sudah dikenal oleh pedagang dari negara-negara luar tau, negaranya tuh sda India, Tiongkok dan Arab. Bukti terhadap kejayaannya di masa lalu, masih bisa dilihat di Candi Muaro Jambi, yang dulunya itu digunakan buat tempat ibadah dan pusat pembelajaran agama Buddha.
Setelah pengaruh si Sriwijaya melemah, akhirnya Jambi pun tumbuh menjadi wilayah yang mandiri. Terus sekitar abad ke-15, agama Islam mulai masuk ke daerah Jambi dan jadi berdirilah kesultanan Jambi. Kesultanan ini berkembang pesat, melonjak tinggi, terutama karena perdagangan komunitas kayak lada emas dan karet. tapi, karena kekayaannya, Jambi menjadi incaran bangsa asing, termasuk menjadi incarannya Belanda. Salah satu tokoh penting dalam perlawanan terhadap penjajah penjajah adalah Sultan Thaha Syaifuddin, yang dikenal banget sana masyarakat karena kegigihan dia buat mempertahankan wilayahnya sampai akhir hayatnya.
Setelah Indonesia merdeka pada tahun 1945, Jambi itu sempat menjadi bagian dari provinsi Sumatera Tengah. cuman ya sayangnya, masyarakat Jambi itu pengen berdiri sendiri sebagai satu provinsi. Keinginan itu akhirnya tercapai pada 6 Januari 1957, ketika Jambi resmi menjadi suatu provinsi ke-8 di Indonesia, lalu ibukota Jambi adalah Jambi.
Sekarang, Jambi dikenal banget sebagai daerah yang kaya sama sumber daya alam dan budaya-nya. Contohnya itu dari hasil bumi kayak minyak, karet, dan kelapa sawit, hingga warisan sejarah kayak situs Candi Muaro Jambi dan budaya Melayu yang masih dijaga sama masyarakat sekitar. Jambi bukan cuman bagian dari peta Indonesia, tapi Jambi juga sebagai bagian penting dari sejarah bangsa Indonesia.
Sejarah Suku Asmat
Orang Asmat sangat menghormati pohon. Bagi mereka, pohon adalah kehidupan. Mereka menganggap dirinya sebagai pohon dan sebaliknya menganggap pohon adalah diri mereka. Mereka mengibaratkan akar pohon itu sebagai kaki, batang sebagai badan, ranting adalah tangan, dan buah adalah kepalanya. Itulah alasan mengapa orang Asmat menyebut dirinya sebagai as-asmat yang berarti manusia kayu atau manusia pohon atau asmat-ow, yang berarti manusia sejati. Kehidupan orang Asmat tidak dapat dipisahkan dengan alam sekitarnya. Mereka meyakini sejatinya manusia itu harus bersatu dengan alam. Mereka pun menyebut dirinya sebagai “ow Kanak Anakat” yang artinya “Akulah Manusia Sejati”.
Sebagai makanan pokok masyarakat Asmat, sagu banyak ditemukan di hutan. Kaum laki-laki memilih dan menebang pohon sagu. Selanjutnya, para perempuan mengupas kulit pohon sagu, menumbuk (menokok), dan menyaring tepung sagu. Tepung sagu yang diperoleh diolah menjadi adonan yang beratnya kira-kira lima kilogram. Kemudian, adonan ini dibakar untuk mendapatkan bentuk yang semi padat agar mudah dibawa dan disimpan bila diperlukan. Proses pembuatan sagu dilakukan dengan sangat teliti hingga terbentuknya adonan sagu, mulai dari penebangan pohon sagu sampai adonan sagu siap dimasak memakan waktu sehari penuh.
Suku Asmat tidak mengenal perkakas yang terbuat dari tanah liat karena di sana tidak ditemukan tanah liat yang cocok untuk pembuatan wadah. Semua perkakas terbuat dari kayu, termasuk jipai. Jipai bentuknya pipih lonjong, diberi pahatan nenek moyang pada sisi bagian luar. Pahatan itu bertujuan agar nenek moyang melindungi makanan yang ada di dalam jipai dari pengaruh jahat atau penyakit. Saat jipai tidak dipakai, ia disimpan dengan cara digantung. Sisi luar atau yang berpahat menghadap ke depan sehingga keindahannya dapat dinikmati.
ROCKEFELLER: DOKTER AMERIKA YANG JATUH CINTA PADA ASMAT
ma lengkapnya adalah Michael Clark Rockefeller. Ia seorang lulusan Universitas Kedokteran Harvard berusia 23 tahun. Ayahnya adalah Nelson Rockefeller, seorang Gubernur New York. Michael adalah seorang pecinta petualangan, sejak remaja ia sudah sering mengikuti ekspedisi ke berbagai tempat di dunia. Pada tahun 1961, Michael bergabung dalam rombongan ekspedisi Harvard Peabody, ekspedisi yang dipimpin oleh antropolog terkenal asal Harvard, Robert Gardner. Ekspedisi ini bertujuan untuk meneliti kehidupan suku-suku di Papua, termasuk suku Asmat. Mereka tiba di Papua pada bulan Maret 1961 dan memulai perjalanan panjang menyusuri sungai-sungai di pedalaman Papua. Michael sangat terkesan dengan kehidupan suku Asmat, cara hidup, dan terutama seni ukir mereka.
Pada bulan Juni, rombongan bertemu Dr. Adriaan Gerbrands, asisten Direktur Rijksmuseum voor Volkenkunde di Leiden, yang juga sedang melakukan penelitian. Dr. Gerbrands adalah rekan pemerintah Belanda di Jayapura. Bersama Dr. Gerbrands, kedua tim melakukan penelitian bersama, termasuk mengumpulkan artefak dan mengumpulkan data. Pada 10 Juli 1961, mereka kembali ke Jayapura. Michael memutuskan untuk mengunjungi Asmat dengan tujuan untuk belajar lebih dalam tentang seni ukir suku Asmat. Pada bulan September di tahun yang sama, Rockefeller kembali lagi ke Asmat dengan menggunakan perahu. Ia ditemani oleh seorang fotografer New York (sekarang Metropolitan Museum of Art di New York City), seorang antropolog Belanda, dan seorang koleksi dari Rene Wassing (antropolog asal Belanda). Mereka tertangkap ombak besar dan perahu yang ditumpangi oleh mereka terbalik. Pada 16 November 1981, saat mereka terombang-ambing di lautan, Michael memutuskan untuk berenang menuju daratan. Rene dan dua asisten lainnya tetap tinggal di perahu. Mereka menunggu selama dua hari dan akhirnya diselamatkan oleh sebuah kapal nelayan yang melintas sekitar 12 mil dari daratan. Mereka menyadari bahwa perahu dan mesin perahu tidak berfungsi. Setelah menunggu lebih lama, Rockefeller memutuskan berenang menuju daratan sambil membawa tangki bensin sebagai pelampung. Ia berjanji kepada Rene dan awaknya akan kembali dengan bantuan dari kantor pemerintah Belanda yang berada di Kasuari, sebuah regu pencari menemukan rakit dan Rene di hari yang sama, tetapi mereka tidak pernah menemukan Rockefeller. Michael Rockefeller menghilang sebelum sampai di daratan.
Umumnya, masyarakat menganggap bahwa Suku Asmat "tidak berpakaian", padahal mereka memiliki konsep sendiri dalam "berpakaian". Suku Asmat merasa manusia sejati adalah yang bersatu dengan alam. Itulah sebabnya, Suku Asmat menjadikan alam sebagai inspirasi mereka. Kaum pria dalam Suku Asmat berhias seperti burung atau binatang lainnya, yang mereka yakini melambangkan kegagahan dan keberanian. Sementara, para wanita Suku Asmat menggunakan rok dari daun sagu yang dibentuk menyerupai burung kasuari.
Jika memahat hanya dilakukan oleh kaum pria, kaum ibu pun tidak kalah dalam berkreativitas, menganyam merupakan keahlian mereka. Hasilnya pun mengagumkan, mereka melakukan modifikasi terhadap pakaian adat mereka.
Perkampungan Suku Asmat berada di sepanjang tepi sungai dan pesisir pantai. Biasanya, tempat tinggal mereka mendekati hutan sagu, yang menjadi makanan pokok mereka. Hal itu membuat pola perkampungan Suku Asmat berpencar menyesuaikan dengan tempat-tempat sumber makanan. Setiap desa memiliki hutan dengan batas-batas yang ditentukan oleh kemampuan anggotanya dalam mengamankan dan mempertahankan hutan dari rambahan desa lain. Ada dua macam bentuk rumah di perkampungan Asmat, yaitu rumah panjang (jew) dan rumah keluarga (tysem). Setiap perkampungan memiliki beberapa jew. Satu jew dapat dikelilingi oleh sekitar lima belas sampai dua puluh tysem. Dalam satu rumah, terdapat dua sampai tiga keluarga kerabat terdekat dan setiap keluarga memiliki tungku perapian sendiri.
Jew atau rumah panjang merupakan tempat tinggal pemuda yang belum berumah tangga. Jew berfungsi sebagai pusat pemerintahan dan tempat penyelenggaraan upacara adat. Jew yang lebih menjorok ke tepi sungai dibandingkan tysem dan memiliki ukuran yang lebih besar dengan panjang 30–60 meter dan lebar 10 meter.
Menurut mitos, asal-usul orang Asmat, dimulai dari kehadiran Fumeripits, orang pertama Asmat yang terdampar dalam keadaan sekarat, lalu ditolong oleh sekawanan burung. Fumeripits akhirnya selamat dan sihat. Kemudian, ia membangun rumah panjang untuk berlindung. Hari-harinya diisi dengan membuat patung, lalu patung yang sudah jadi ia tempatkan dalam rumah panjang. Untuk menghibur dan menemaninya. Namun, tak disangka-sangka, patung-patung yang ia buat berubah menjadi manusia hidup dan ikut bersamanya menggelar irama alam. Sejak itu, Fumeripits mengembara, di setiap daerah yang disinggahinya ia selalu membangun rumah panjang dan membuat manusia-manusia baru. Manusia-manusia baru itulah yang kemudian dikenal as-asmat atau manusia kayu. Fumeripits oleh orang Asmat disebut sebagai "Sang Pencipta". Orang Asmat mewarisi bakat membuat dan mengukir dari penciptanya, mereka memiliki ekspresi seni yang indah, seperti membuat patung kayu, tifa, perahu, dan tameng.
Wilayah Asmat kali pertama muncul dalam sejarah tidak terletak pada peta. Namun, wilayah yang pada 1770, James Cook, penjelajah Inggris yang sangat terkenal, Pulau New Guinea. Kapalnya berlabuh di pantai selatan saat Cook dan beberapa anak buahnya mendarat, dihadang penduduk setempat, mereka Cook, untuk memerintahkan anak buahnya meninggalkan Asmat. Hingga saat ini, tidak. Berabad-abad kemudian, tepatnya 10 Oktober 1904, Kapal SS ke barat daya Irian Jaya. Namun, tidak terjadi kontak dengan penduduk setempat. Sebaliknya, terjadi komunikasi melakukan pertukaran barang. Peristiwa ini akhirnya Asmat. Ekspedisi selanjutnya dilakukan oleh peneliti berkebangsaan Belanda, Hendrik A. Lorentz pada 1907 hingga 1909 ekspedisi Inggris dipimpin oleh A.F.R. Wollaston pada 1912–1913.